Kepasifan Dunia Sebagai Faktor Pendukung Berlanjutnya Kejahatan Israel


Berbagai pemberitaan mengkonfirmasikan berlanjutnya kejahatan Israel dan penekanan para pejabat rezim ini untuk meneruskan serangan ke Gaza. Dalam hal ini, kabinet keamanan rezim Zionis pada sidangnya Ahad malam (13/7) memutuskan untuk melanjutkan serangan udara ke Jalur Gaza, namun menentang serangan darat ke wilayah tersebut karena khawatir menghadapi perlawanan hebat kelompok-kelompok muqawama Palestina.

Ini terjadi di saat Perdana Menteri rezim Zionis Israel Benjamin Netanyahu kembali menekankan eskalasi serangan ke Jalur Gaza. Tanpa menyinggung kapan serangan militer Israel ke Jalur Gaza akan berakhir, Netanyahu menambahkan, “Mungkin serangan ini akan berlangsung lama.”

Berlanjutnya kejahatan sadis Israel direaksi dunia dengan munculnya gelombang protes internasional. Eskalasi kekhawatiran terkait gelombang baru serangan rezim Zionis ke Jalur Gaza ini, merefleksikan parahnya kejahatan rezim Tel Aviv, yang tampak semakin berani dan sewenang-wenang menyusul kepasifan para pejabat PBB. Bagaimana Israel tidak semakin berani, karena setelah serangan brutal dan tidak manusiawi terhadap rakyat Palestina di Gaza, Tel Aviv hanya mendapat kecaman verbal saja.

Setelah sikap terlambat para pejabat hukum Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam mengecam kejahatan Israel terhadap rakyat Palestina, akhirnya Sekjen PBB Ban Ki-moon mengakhiri kebungkamannya terhadap kejahatan Israel dan mereaksinya.

 

Dalam hal ini, Sekjen PBB menyatakan khawatir tentang eskalasi pembantaian di Jalur Gaza akibat serangan militer Israel. Ban dalam pernyataannya memperingatkan segala bentuk serangan darat Israel ke Jalur Gaza dan mengatakan, serangan tersebut tidak diragukan lagi akan meningkatkan jumlah korban dan masalah yang dihadapi warga di Jalur Gaza.

Serangan udara militer Israel dalam beberapa hari terakhir telah menelan ratusan korban jiwa dan luka-luka. Berdasarkan laporan PBB, lebih dari 77 persen di antara para korban serangan Israel adalah perempuan, anak-anak dan orang lanjut usia.

Dalam kondisi ini, satu-satunya hal yang dapat menjadi penghalang rezim Zionis meningkatkan brutalitasnya di Jalur Gaza adalah muqawama (perlawanan) kelompok-kelompok Palestina. Muqawama telah merusak seluruh peritungan rezim Zionis dalam serangannya ke Gaza. Oleh sebab itu, di saat para pejabat rezim Zionis menekankan berlanjutnya serangan ke Gaza, mereka juga menyisipkan program gencatan senjata.

Beberapa hari lalu, para pejabat Israel berkoar akan mencapai tujuan mereka dalam serangannya ke Gaza hanya dalam beberapa hari, dan sekarang para pejabat Palestina menyatakan bahwa Operasi Tepi Pelindung (Protective Edge) di Gaza akan berlangsung lama. Pernyataan Netanyahu dalam hal ini sama artinya dengan pengakuan rezim Zionis terhadap kekeliruan mereka memperitungkan kekuatan muqawama. (IRIB Indonesia/MZ)

Solidaritas Dari Ambon dan Papua, Untuk Palestina


Solidaritas dari Papua

Ambon, LiputanIslam.com — Aksi biadab Israel terhadap rakyat Palestina di Gaza membangkitkan aksi solidaritas dari seluruh dunia. Kali ini, lebih dari lima ribu warga Kota Ambon berkumpul di kawasan Gong Perdamaian Dunia (GDP), Sabtu, 12 Juli 2014 malam untuk menyatakan solidaritas kemanusiaan terhadap warga Jalur Gaza yang menjadi korban serangan militer Israel.

Ribuan warga yang berasal dari dua komunitas agama Islam dan Kristen di Ambon ini berbaur menjadi satu dalam acara yang bertajuk “Solidaritas Maluku untuk Perdamaian di Gaza”  bersama pemerintah kota Ambon untuk mendoakan terwujudnya perdamaian di Jalur Gaza.

Acara ini dihadiri Walikota Ambon, sejumlah tokoh-tokoh agama, seniman, artis pendukung filim Cahaya dari Timur Beta Maluku dan masyarakat umum.

Ketua Sinode Gereja Protesan Maluku, Pdt Jhon Ruhulesin di hadapan ribuan warga Kota Ambon mengatakan tragedi yang menimpa warga Jalur Gaza sangat disayangkan. Sehingga, semua bangsa di dunia harus mendesak Israel menghentikan kekerasan terhadap Gaza.

Menurutnya, tragedi kekerasan di Gaza bukan merupakan masalah agama akan tetapi masalah kemanusiaan. Sehingga, setiap bangsa di dunia harus dapat segera mencegah kekerasan di Gaza agar tidak berkepanjangan.

“Saya pernah ke Palestina dan di sana itu ada sekitar 10 persen warga Kristen, mereka juga mengalami penderitaan yang sama. Kita ada di sini bukan karena solidaritas keagamaan tapi karena solidaritas kemanusiaan. Karena itu mari kita berdoa dan serukan bersama kepada bangsa-bangsa di dunia agar segera bertindak untuk menghentikan setiap bentuk kekerasan di Gaza,”pesan Jhon seperti dilansir Kompas.

Sementara itu, Wali Kota Ambon, Richard Louhenapessy mengajak seluruh warga Kota Ambon mendoakan warga Gaza yang menjadi korban. Dia juga mengingatkan kepada seluruh warga agar tetap menjaga persaudaraan yang selama ini terjalin.

“Hanya dengan doa kita percaya Palestina bisa akan menikmati kedamaian sama dengan yang kita nikmati di Ambon. Oleh karena itu mari kita berdoa bersama agar terpancar perdamaian itu keseluruh pelosok dunia termasuk ke Gaza,” ajaknya.

Dalam acara itu sejumlah seniman di Kota Ambon membacakan puisi untuk perdamaian di Gaza, mereka adalah para pemeran film Cahaya dari Timur Beta Maluku seperti Glen Fredly dan Cicho Jericho.

Sementara itu dari Papua, aktivis GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) & GAMKI (Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia) cabang Papua juga melakukan hal serupa. Bersama-sama dengan aktivis Muslim, siap menggelar aksi solidaritas untuk Palestina.

Mereka menyatakan sikap berduka sedalam-dalam atas tragedi kemanusiaan di Palestina dan mengecam keras tindakan keji Israel kepada rakyat Palestina. Menurut Reza Fauzan, salah satu aktivis Muslim, kepada Liputan Islam menegaskan, bahwa krisis Palestina bukanlah penderitaan Muslim semata, namun juga penderitaan Nasrani, Yahudi, dan penderitaan seluruh manusia di dunia. (ba)

Jerman Juara Dunia!


jerman-juaraRio de Janeiro, LiputanIslam.com, –Sorai sorai bergemuruh di tribun suporter Jerman ketika Mario Goetze mencetak gol indah ke gawang Argentina pada menit ke-23 babak tambahan waktu. Kanselir Jerman, Angela Merkel, yang sengaja datang untuk memberikan dukungan secara langsung pun bangkit dari duduknya, dan meluapkan kegembiraan dengan mengepalkan tangan. Gol itu menandai sebuah pencapaian sempurna Jerman: Juara Dunia 2014!

Di pertandingan yang berlangsung di Estadio do Maracana, Rio de Janeiro, Senin (14/7/2014) dinihari WIB, kedua tim bermain alot dan saling adu serangan. Akan tetapi, seperti yang dilaporkan detik.com , kedua kesebelasan gagal mencetak gol dan harus puas dengan skor 0-0 sampai waktu normal 90 menit berakhir.

Goetze yang menggantikan Miroslav Klose pada menit 87, akhirnya menjadi pahlawan kemenangan Jerman. Dia mencetak gol pada menit 112, meneruskan umpan silang dari Andre Schuerrle.

Di sisa pertandingan tim ‘Tango’ tetap tak mampu menyamakan kedudukan. Jerman pun sukses menjadi tim Eropa pertama yang menjadi juara Piala Dunia di Amerika Selatan.

Gelar juara ini juga menjadi trofi keempat yang berhasil diraih Jerman. Sebelumnya mereka juara di tahun, 1954, 1974, dan 1990.

Sementara itu, bagi Argentina, ini adalah kali kedua kalah di babak final dan harus puas dengan pencapaian juara dua. Sebelumnya, pada Piala Dunia Italia tahun 1990 , Argentina yang masih diperkuat legendanya, Diego Maradona, harus mengakui keunggulan dari lawan yang sama, Jerman, dengan skor yang juga sama 0-1.

Hasil ini juga berarti bahwa Messi dkk. masih harus puas dengan pencapaian sebagai juara dunia dua kali saja. Mereka mendapatkannya pada tahun 1978 dan 1986.

Pada pergelaran ini, kapten timnas Argentina, Lionel Messi mendapat penghargaan hiburan setelah dinobatkan sebagai pemain terbaik turnamen (Golden Ball). Sedangkan penghargaan sebagai penjaga gawang terbaik jatuh ke kiper Jerman Manuel Neuer. Adapun penghargaan sepatu emas (pencetak gol terbanyak) diraih oleh striker Kolombia James Rodriguez. (by)

Hikmah Ramadhan : Pemutihan Dosa


Oleh : K.H. Mustafa Bisyri (Gus Mus)

Gus_MusRasulullah saw bersabda, “Man shaama ramadhaana imaanan wahtisaban ghufira lahu ma taqaddama min dzanbihi. Waman qaama ramadhaana imaanan wahtisaban ghufira lahu ma taqaddama min dzanbihi. Waman qaama lailatal qadr imaanan wahtisaban ghufira lahu ma taqaddama min dzanbihi.” (Barang siapa berpuasa pada bulan ramadhan atas dasar iman dan semata-mata mencari keridhaan Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya yang sudah lalu. Dan barang siapa jungkung beribadah pada bulan ramadhan, maka akan diampuni dosa-dosanya yang sudah lalu. Dan barangsiapa jungkung beribadah di malam qadar, maka akan diampuni dosanya yang sudah lalu). Dan saya mendengar dalam riwayat lain ada tambahan wama taakhara, dan dosanya yang datang kemudian.

Yang perlu kita perhatikan benar adalah qayyid, catatan, motivsi puasa dan jungkung dalam hadis tersebut, yaitu imanan wahtisaban, yaitukarena atau atas dasar iman dan semata-mata ingin mendapatkan ridho dan pahala dari Allah.

Orang mukmin yang berpuasa dan jungkung  di bulan ramadhan atas dasar yang demikian itulah yang diharapkan dapat benar-benar bertakwa kepada Allah. Bukankah takwa, sebagaimana difirmankan oleh Allah, merupakan tujuan akhir puasa (Q.S. al-Baqarah : 183). Nalarnya, bahwa orang mukmin yang berpuasa atas dasar demikian itu, artinya benar-benar berpuasa sesuai tuntunan Allah yang mewajibkannya, tentu tidak hanya mendapatkan sekadar lapar dan haus. Orang yang berpuasa pada siang hari dan jungkung pada malam harinya hanya semata-mata karena Allah, akan menjumpai dirinya utuh sebagai hamba Allah yang menyadari sepenuhnya bahwa nasibnya kemarin, sekarang, dan di kemudian hari ada dalam genggaman-Nya.

Saat seseorang yang berpuasa lapar dan ingin makan atau haus dan ingin minum, misalnya, lalu makan dan tidak minum padahal ada makanan dan minuman dalam jangkauannya, apa sih yang terlintas di benaknya? Ia ingat Allah yang mewajibkan puasa tentunya.

Padahal makanan dan minuman itu aslinya merupakan sesuatu yang halal dan diperkenankan. Apakah mungkin bagi mukmin yang waras : Terhadap hal-hal yang halal dan diperkenankan saja mau meninggalkannya, sementara terhadap hal-hal yang diharamkan malah mengerjakannya?

Nah, mukmin yang waras dan tidak rancu cara berpikirnya, berpuasa tentu mempunyai pengaruh yang luar biasa terhadap dirinya. “latihan” sebulan kiranya cukup baginya untuk membekali kesadaran—minimal setahun, sampai datang saat “latihan kembali—akan “kehadiran” Allah dalam kehidupannya.

Tidak saat ingin makan dan minum saja dia teringat Allah, tapi juga dalam setiap akan—bahkan ketika  dan sesuadah—bergerak dan melangkah. Untuk kekhilafan yang belum terlanjur, dia akan berhati-hati. Untuk yang sudah terlanjur, dia akan beristighfar dan bertobat. Atttaibu min adz-dzanbi kaman la dzanbalah (Orang yang bertobat dari dosa sama saja dengan orang yang tidak berdosa).

Barangkali, ini cukup menjelaskan riwayat—wama taakhara—yang menyatakan orang yang berpuasa pada bulan ramadhan juga diampuni dosanya yang datang kemudian. Sedangkan untuk dosa-dosa kita yang sudah lalu, kita ber-husnuzzhan, berbaik sangka saja pada ibadah kita di bulan ramadhan, Allah telah mengampuninya. Ia sendiri melalui rasul-Nya kok yang menjamin!

Yang perlu diingat dan diwaspadai adalah dosa itu ada dua macam: dosa yang bersangkutan lagsung dengan Allah (dan ini relatif lebih mudah diharapkan ampunannya) serta dosa yang berkaitan dengan sesama manusia seperti mencaci, menyakiti, dan melalimi orang lain. Nah, yang terakhir ini, Allah baru akan mengampuni apabila yang bersangkutan memaafkannya. Inilah mungkin rahasia dan hikmahnya, kenapa pendahulu kita mentradisikan halal bihalal setelah ramadhan. Satu dan lain hal agar kedua macam dosa itu lebur semua di Hari Lebaran.

Jadi, karena kita tahu di samping dosa yang berkaitan langsung dengan Tuhan, masih ada lagi dosa yang berhubungan dengan sesama kita, hamba-hamba-Nya. Di mana pengampunan Tuhan terhadap dosa jenis ini tergantung pemaafan masing-masing kita yang bersangkutan. Artinya, apabila salah seorang di antara kita mempunyai kesalahan terhadap saudaranya, maka Allah tidak akan mengampuni kesalahan itu sebelum saudaranya tersebut memaafkannya terlebih dulu. Maka untuk menyempurnakan kefitrian kita sebagai manusia, polos sama sekali tanpa dosa, kita berupaya melebur juga dosa yang berhubungan dengan sesama kita. Dan ini hanya dapat diupayakan melalui saling memaafkan di antara kita.

Kita tahu, kita ini tidak sepemurah dan sepengampun Tuhan. Jauh sekali! Kepada Tuhan, kita tidak memerlukan macam-macam; asal kita minta ampun, langsung diampuni-Nya. Bahkan kadang-kadang tidak diminta pun, Allah berkenan mengampuni. Berbeda dengan kita yang—yang untuk memaafkan kesalahan—umumnya sulit sekali. Sering untuk itu diperlukan momentum yang tepat dan upaya-upaya lain segala.

Seandainya orang tahu betapa gawatnya suatu tanggungan kesalahan terhadap sesama manusia kelak di hari kemudian, tentu akan sangat hati-hati kita bersikap terhadap sesama. Jika pun terjadi kesalahan, jangankan sebingkisan parcel, harta sebesar apa pun pasti akan dikorbankan untuk mendapatkan maaf atas kesalahan tersebut. Sayang, kebanyakan orang tidak mengetahui atau tidak menyadarinya.

Jadi, menurut saya, yang paling penting pada saat-saat yang baik—bahkan mungkin momentum paling baik—ini, di samping bersyukur kepada Allah, adalah merebut kesempatan untuk memperoleh maaf lahir batin dari mereka yang pernah—atau kita duga pernah—kita sakiti dan lalimi. Kalau bisa hanya dengan kartu lebaran atau parcel ya syukur. Tapi kalau harus memerlukan berkunjung, berjabat tangan, bersalaman, dan bersilaturrahim, rasanya masih terlalu murah dan enteng untuk kita lakukan, daripada kesalahan atau dosa itu akan menjadi ganjalan kelak di hari kiamat. Ya, kan? Wallahu a’lam. (hd/liputanislam.com)

*K.H. Mustafa Bisri (Gus Mus) adalah Pengurus Besar Nahdhatul Ulama. Tulisan ini disadur dari buku Bermain Politik di Bulan Ramadhan, Pustaka Adiba : Surabaya, 1998.