Dalam tulisan singkat ini akan diulas mengenai sepak terjang kelompok teroris Daulah Islamiyah fil Iraq wa Syam (DIIS) atau Islamic State in Iraq and the Leavent (ISIL) atau juga lebih dikenal dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS)yang merusak dan menghancurkan warisan budaya Irak. Banyak pakar menilai permulaan sebuah perang sebagai tanda hilangnya budaya di antara umat manusia dan sekaligus menyebabkan hancurnya warisan budaya.
Warisan budaya merupakan wakil dari budaya nenek moyang manusia, dan permusuhan terhadapnya adalah permusuhan terhadap sejarah. Tindakan kekerasan anasir-anasir ISIS yang membantai orang-orang tak berdosa bukanlah rahasia lagi bagi masyarakat dunia. Namun langkah-langkah terbaru kelompok teroris tersebut menunjukkan bahwa mereka sedang berusaha menghancurkan warisan budaya Irak sebagai bentuk permusuhan buta kepada sejarah peradaban di kawasan.
Akhir-akhir ini tersiar berita mengkhawatirkan mengenai upaya penghancuran warisan budaya di Irak oleh kelompok teroris ISIS. Sebenarnya, aksi seperti itu bukan pertama kali ini terjadi. Sebelumnya, warisan budaya dunia Islam telah terancam oleh perang dan kelompok teroris. Sebagai contohnya, selama bertahun-tahun lalu, kelompok Taliban di Afghanistan telah berupaya merusak dan menghancurkan warisan budaya negara itu bersamaan dengan aksi anti-kemanusiaan dan pembantaian warga tak berdosa.
9 Maret 2001 adalah hari pahit bagi para pecinta warisan budaya, yaitu hari di mana pasukan Taliban membakar patung Budha terbesar di Bamiyan setelah pemimpin mereka Mullah Mohammed Omarmemberikan fatwa untuk menghancurkan warisan budaya yang sangat berharga tersebut. Hanya selang 24 jam setelah insiden itu, warisan budaya yang memiliki nilai dan keindahan besar itu lenyap tanpa sisa. Sebelum dirusak oleh Taliban, Arca Budha di Bamiyan merupakan patung terbesar Budha dan patung batu tertinggi di dunia.
Irak memiliki sejarah kuno dan peradaban yang luas. Berbagai peradaban yang terbentuk di Mesopotamiatelah meninggalkan peninggalan-peninggalan yang sangat berharga. Di periode Islam, Irak termasuk negara penting Islam, di mana warisan-warisan penting tersimpan di negara Arab itu.
Kelompok teroris ISIS secara eksplisit telah menyatakan bahwa makam-makam dan pusat-pusat keagamaan akan menjadi prioritas pertama untuk dihancurkan. Makam Nabi Yunus as di Masjid Jami di kota Mosul utara Irak dan gereja Khaldean di kota yang sama telah menjadi target pertama ISIS. Para anasir kelompok teroris tersebut telah merusak sebagian besar tempat-tempat suci tersebut termasuk merusak jam dan gereja Khaldean serta patung Bunda Maria.
Beberapa hari lalu, anasir-anasir ISIS juga merusak makam Nabi Shayth (Seth)dan Jirjis di kota Mosul. Menurut laporan situs Alalam, Komite Keamanan Dewan Provinsi Nineveh di utara Irak mengumumkan bahwa kelompok teroris Takfiri ISIS telah membom dua makam penting tersebut. Selain itu, mereka juga meledakkan sebuah tempat ziarah dan beberapa Huseiniyyah dan masjid di barat kota Mosul.
Di masa pendudukan Amerika Serikat dan sekutunya atas Irak pada tahun 2003, banyak peninggalan purbakala yang telah dirusak atau dicuri oleh oknum-oknum tertentu dan hingga kini tidak diketahui nasibnya.
Kuil Hatra adalah peninggalan bersejarah abad ketiga sebelum Masehi yang terletak di tengah-tengah padang pasir. Peninggalan sejarah tersebut terkait dengan masa peradaban kuno sebelum Kristen, di mana kepercayaannya di masa itu tergantung pada dewa matahari dan Shamash.
Kuil tersebut dihiasi berbagai jenis patung dan lukisan di dinding-dindingnya. Patung-patung dan lukisan indah serta tiang-tiang yang besar itulah yang menyebabkan kuil Hatra menjadi peninggalan bersejarah yang paling menakjubkan di Irak.
Hatra adalah salah satu karya berharga dan penting. Arsitektur danbudaya Hatra merupakan campurandari tiga peradaban: Iran, Yunani dan Romawi.Sisa-sisaarkeologi terpentingdari eraParthiaterdapat di wilayah antara sungai Tigris dan Efrat yang berjarak sekitar 105 km dari kota Mosul.
Sejak awal abad pertama Masehi, Hatra menjadi bagian pemerintahan dinasti lokal. Bukti arkeologisdan terjemahanprasastiyang ada di kota tersebut menunjukkan bahwa pada abad ke-2 Masehi, Hatra berkembang pesat dan bahkan di masa itu kapasitasnya meningkat signifikan.
Kebanyakan bangunan Hatra terbuat dari batu kapur dan gipsum serta perpaduanantara arsitekturAssyria, Helenis (Yunani), Parthia dan Romawi. Dinding-dinding kuil utama juga diukir dengan batu dengan motif dan gambar di masa Parthia. Hatra merupakan saksi sebuah kota yang makmur dan indah, namun setelah tahun 241, Hatra mulai tidak terawat dan bahkan rusak akibat gempa bumi.
Kini perang dan bentrokan di Irak telah memperburuk kondisi Hatra. Peninggalan berharga yang telah tercatat dalam daftar Situs WarisanDunia(UNESCO) sejak tahun 1985 itu kini dalam kondisi terancam.
Menurut laporan para saksi mata, kelompok Takfiri ISIS telah menghancurkan patung Abu Tammam, seorang penyair di masa Abbasiyyah yang terletak di kota Mosul. Mereka juga menghancurkan patungOthman al-Mosuli, musisi Irak abad ke-19, dan makam Ibnu Atsir (Ibnu Athir), seorang filsuf Arab. Patung-patung tersebut adalah simbol kemegahan kota Mosul. Di sisi lain, anasir-anasir ISIS juga menghancurkan makam Izzuddin, seorang sejarawan Arab.
Kekhawatiran terhadap warisan budaya di Irak merupakan kekhawatiran yang beralasan, sebab, para teroris sebelumnya telah merusak berbagai peninggalan bersejarah dan tempat-tempat suci di kota Aleppo dan kota-kota lainnya di Suriah. Majalah National Geographic dalam laporan yang mengejutkan telah mengungkap peran dan keterlibatan kelompok Takfiri dalam perdagangan ilegal peninggalan-peninggalan bersejarah.
Berdasarkan laporan tersebut, kelompok teroris Takfiri yang aktif di Suriah sejak tiga tahun lalu telah memenuhi keperluan militernya dengan cara menjual barang-barang kuno yang mereka curi dan jarah.
Beberapa waktu lalu, seorang petugas intelijen Irak telah mengirim laporan kepada surat kabar The Guardian bahwa pendapatan ISIS tidak diperoleh hanya dari penjualan minyak. Pendapatan mereka merupakan hasil dari penjualan barang-barang kuno dan peninggalan-peninggalan bersejarah yang berhasil mereka jarah.
Informasi yang didapat dari 160 kartu memoridi rumah salah satu komandan ISIS menjelaskan dengan detil mengenai sebagian transaksi penyelundupan barang-barang antik dan kuno oleh kelompok teroris tersebut di Suriah.
Berdasarkan informasi itu, ISIS memperoleh penghasilan 36 juta dolar hanya melalui transaksi ilegal tersebut. Terkait hal itu, seorang professor dari Universitas Montana Amerika mengatakan, “Pola iniadalah persis seperti pola yang sama yang sebelumnya telah digunakan oleh Taliban dan al-Qaeda.“
Menurut laporan al-Sharq al-Awsat, Menteri Pariwisata dan Warisan Budaya IrakLiwaSmaisimmenyatakan kekhawatiran atas berlanjutnya bentrokan di Irak dan menuntut dukungan PBB terhadap situs-situs purbakala di negara Arab itu. Ia mengatakan, hampir 5.000 daerah arkeologi di kota Mosul, Kirkuk, Diyala, al-Anbar dan Salahuddin terancam dirusak dan dijarah oleh kelompok-kelompok teroris dan terancam rusak akibat operasi militer.
Beberapa hari setelah ISIS menguasai kota Mosul, Abu Bakr al-Baghdadi, pemimpin kelompok teroris tersebut pergi ke Museum Mosul. Anasir-anasir ISIS kepada para pegawai di museum tersebut mengatakan bahwa patung dan berhala tidak islami. Mereka kemudian merusak kunci-kunci gudang dan menduduki gedung Museum Mosul.
Para teroris memerintahkan kepada direktur museum untuk menunggu perintah dari al-Baghdadi apakah semua patung di museum tersebut harus dihancurkan atau dijual untuk membeli senjata.
Kini opini publik mengkhawatirkan nasib Museum Mosul dan berharap jangan sampai penjarahan terhadap Museum Baghdad pada tahun 2003 terulang kembali, di mana setelah satu dekade dari tragedi tersebut, hanya setengah dari 15 ribu peninggalan bersejarah yang dapat ditemukan kembali.
Yang menyakitkan lagi adalah kita saat ini sedang menyaksikan hancurnya karya-karya kuno dan bersejarah di kawasan serta sekaligus melihat merebaknya aksi teror oleh teroris ISIS. Pengrusakan warisan budaya di negara-negara Islam telah sangat mengkhawatirkan. Oleh karena itu, lembaga-lembaga internasional seperti UNESCO dan Organisasi Kerjasama Islam (OKI), dan lembaga-lembaga sipil serta para pecinta budaya di seluruh dunia khususnya negara-negara Islam harus memikirkan jalan keluar untuk mencegah berlanjutnya kejahatan tersebut. (IRIB Indonesia/RA)