Din Syamsuddin: Hentikan Provokasi Konflik Sunni – Syiah


Sabtu, 2013 September 28

Ketua Umum PP Muhammadiyah menilai sejauh ini telah terjadi tindakan membahayakan yang terkesan membesarkan-besarkan perbedaan Sunni dengan Syiah yang berdampak pada konflik umat. Dia berharap negara segera hadir untuk menanganinya dan para ulama segera tampil sebagai penyejuk suasana.
“Jangan dibesar-besarkan, karena sesungguhnya tidak ada apa-apa tapi menjadi membahayakan jika terus diprovokasi. Saya minta negara segera hadir berperan untuk menangani masalah ini. Selain itu juga para ulama harus segera turun tangan,” kata Din kepada wartawan usai menghadiri penganugerahan gelar Doktor (HC) untuk Karni Ilyas di kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta, Sabtu (28/9/2013).

Para ulama dan memimpin umat, kata Din, harus segera tampil sebagai juru damai dengan mengedapankan semangat islah dan kerukunan atar umat. Dengan cara itulah persoalan yang dihadapi umat bisa segera diselesaikan sebelum menjadi besar.

Din juga menolak keras tindakan sebagian golongan yang mengafirkan golongan lain hanya karena berbeda aliran. Menurut Din, selama seseorang telah mengucapkan kalimat syahadat maka orang tersebut adalah seorang muslim yang dijamin keyakinannya itu oleh Allah SWT. Tidak pantas golongan lainnya menghujat dan menuduhnya sebagai seorang kafir.
Lebih lanjut Din Syamsudin, mengatakan bertolak dari dasar teologi paling dasar saja, selama seseorang sudah dengan ikhlas mengucapkan dua kalimat syahadat maka dia telah menjadi seorang muslim. Memang ada perkecualian pada kasus Ahmadiyah karena mereka mengakui ada nabi lain setelah Nabi Muhammad.

“Kalau Syiah ini kan tidak sampai mempertuhankan Ali atau mengangkat Ali sebagai Nabi. Memang dulu pernah berkembang Syiah yang keras dan cenderung sesat, tapi setahu saya tidak berkembang di sini,” papar Din.
“Keberadaan aliran-aliran ini kan jauh setelah Nabi wafat. Jaman Nabi tidak ada aliran seperti itu. Muhammadiyah juga tidak mengikuti Sunni maupun Syiah. Kita Islami. Bahkan kalau kita tilik dari sejarah, banyak pemikir, filsuf, ilmuwan muslim di masa lalu berasal dari kalangan Syiah,” lanjutnya. (IRIB Indonesia/DetikNews)

Takfiri dan Punahnya Rasionalitas Beragama


Senin, 2013 Agustus 05

Oleh: Muhammad Ma’ruf

“Jangan sampai hinakan pribadimu dengan imitasi, bangunlah, hai kau yang asing terhadap rahasia kehidupan, nyalakan api yang tersembunyi dalam debumu sendiri, wujudkan dalam dirimu sifat-sifat Tuhan. Bangkitlah, ciptakan dunia baru, bungkus dirimu dalam api, dan jadikan seorang Ibrahim, jangan mau tunduk kepada apapun kecuali kebenaran, ia akan menjadikanmu seekor singa jantan. “(Iqbal)

Seorang tetua di sebuah kampung di Suriah bertutur sambil menenteng senjata AK-47. “Kami dan para pemuda terpaksa mengangkat senjata mempertahankan desa. Lihat anak-anak muda ini. Mereka mendambakan suatu saat bisa berjihad bertempur melawan tentara Israel, tapi sekarang lihat kita harus bertempur dengan kaum takfiri,”. Penuturan ini diasiarkan dalam dokumenter Press TV , “Behind the Line”.

Dokumenter yang memotret perang Suriah dari kaca mata penduduk, menyisir dari satu kota ke kota lain. Poin pentingya adalah perang Suriah adalah perang yang dipaksakan. Tentu penduduk Suriah ini enggan berteriak takbir saat menarik pelatuk, karena dalam kesadaranya masih tersisa pemahaman, mereka yang menyerang itu masih muslim meski mengusung agenda Israel. Sedang diseberang sana kaum takfiri dengan kesadaran total mereka meneriakkan bunyi takbir dengan menarik pelatuk dengan kesadaran penuh sebagai jihadis. Kaum takfiri tentu tidak mau mau menerima tindakan jihad mereka sebagai agenda zionis.

Adegan selanjutnya yang menarik adalah dokumenter yang meliput pertempuran di Homs. Seorang komandan militer Suriah memegang Handy Talky (HT) sedang berbincang dengan seorang jihadis yang juga menggunakan HT. Makian dan sumpah serapah dari jihadis menyembur deras, “kalian kaum kafir…bla..bla….” Kemudian sang komandan Suriah bertanya;

Komandan   :  Apa kamu sudah berhasil membunuh tentara Suriah,

Jihadis                  :  Ya,…

Komandan   :  Kenapa kamu membunuh rakyat juga, …

Jihadis                  :  Kalian yang mulai,..kami demo damai, kenapa dibunuh

Komandan   :   Apa saran kalian?

Jihadis                  :  Diam (tidak ada suara)….

Komandan   : Bukankah Nabi kita mengajarkan untuk berakhlaqul qarimah,…apa yang kalian inginkan, demokrasi, kebebasan,…mari kita berdialog,…

Jihadis                  :  Saya setuju dengan anda,….

Dialog terputus. Adegan ini berlangsung dalam suasana perang yang dipisahkan beberapa gedung,… posisi jihadis terjepit dan mereka lebih memilih mati syahid. Jihadis datang memang untuk mati syahid bukan berdialog. Mungkin dalam pikiran saya, jika dialog terjadi dan mereka bertemu, akan terjadi tukar pikiran tentang bentuk pemerintahan, partai, dll. Meski memakan waktu, semua jihadis di Suriah masih berpeluang akan menjadi muslim yang lebih beradab. Tetapi mungkinkah itu?, jawabanya tidak, karena mereka ingin Suriah menjadi khilafah dan satu-satunya jalan dengan menurunkan Basyar Assad melalui Jihad.

Bagaimana dengan agenda Barat (Amerika dan Israel) di balik perang Suriah? “Jika Suriah menjadi Khilafah, insya Allah Palestina bisa merdeka,” tutur seorang tokoh salafi London tanpa ragu. Tokoh salafi itu menganggap Syiah dan Iran menjadi penghalang untuk mewujudkan cita-cita khilafah mereka. Seorang penyiar radio AS berkebangsaan Amerika, menimpali sikap Jihadis itu, “Kalian dan temen-temen kalian yang ada Libya, apa sudah berhasil menegakkan khilafah, NATO dan Amerika Serikat ingin Suriah hancur karena satu poros perlawanan dengan Iran melawan Israel. Seorang penyiar Amerika yang berseberangan kepentingan dan ideologinya dengan Iran, masih melihat masalah ini secara rasionalitas. Tapi tidak bagi Jihadis.

 

Rasionalitas

Rasionalitas, inilah jawaban yang dapat memandu perang Suriah ke arah yang semestinya. Rasionalitas adalah milik semua manusia, di Barat dan Timur.  Dia bisa menjadi pemandu cita-cita Islam. Kita seperti seolah kehilangan kata-kata untuk menyadarkan kaum takfiri. Mungkin sedikit bisa membantu memahami mereka, meminjam identifikasi Karen Amstrong dalam “The Battle for God: A History of Fundamentalism” (2001), bahwa fundamentalisme radikal agama lahir di penghujung era modern sebagai respons irasionalitas terhadap sekularisme dan krisis spiritual dunia modern. Respon paling mudah dan instan. Mereka dihadapkan pada situasi yang sulit dipahami, bagaimana hidup yang bermakna bagi seorang yang beriman dalam dunia modern dan sekuler.

Kalau kita coba menajamkan pemahaman kita dengan beberapa kejadian terakhir dengan cara men-scan secara cepat laju kebohongan demi kebohongan tangan imperialis, kesalahan demi kesalahan dilakukan sebagian umat Muhammad ini.

Awalnya mujahidin di Afganistan dibentuk CIA memerangi Uni Soviet. “Jihad” yang semestinya murni respon terhadap imperialis dalam perkembangan selanjutnya menjadi mainan CIA. Oleh tangan imperialis, “jihad” dikemas diarahkan menjadi “teroris global”, untuk menutupi wajah barbar Amerika terhadap rakyat Afganistan dan Irak. Kini seiring dengan Arab Spring dan Kebangkitan Islam, “teroris” dikemas dan disakralkan ulang menjadi paket jihadis, dijual ke kaum jihadis seluruh dunia, hasilnya ternyata laris manis.

Libya kini diperintah jihadis tanpa kejelasan polisi dan militer, sedang minyaknya terus disedot oleh NATO. Suriah sebagai pengganggu Israel, kini juga dihancurkan berkat proyek paket jihadis, dan ilusi “iming-iming khilafah” kian di ujung tanduk, 70% militer Suriah mengontrol Suriah, laporan versi NATO.

 

Seiring dengan kemunduran pemberontak Suriah dan kisruh Mesir, proyek paling gress tangan imperialis selanjutnya mempertajam konflik front anti Suriah, FSA vs Al-Qaeda, Mesir vs Arab Saudi, Qatar, Salafi vs Ihwanul Muslimin. Satu tahun pemerintah Mursi, seharusnya menjadi amal saleh dengan membuka pintu gerbang Rafah untuk membantu kesulitan sesama Ihwanul muslimin dan muslim lain di Gaza. Satu tahun harusnya menjadi berkah dan cepat-cepat untuk memotong tangan Imperialis.

Ternyata Mursi lebih memilih jalan gelap, berekperimen dengan Erdogan, membuka lahan khilafah di Suriah, belum jelas arah khilafah di Suriah, jalan itu dipotong oleh Arab Saudi dan Qatar yang sebelumnya satu front. Arab Saudi mendukung kudeta militer Mesir. Sementara Barat bermain di dua kaki, Mursi dan militer Mesir sambil berbasa-basi memainkan lagu lama proyek perdamaian Palestina-Israel.  Potensi konflik jelas, Ikhwanul Muslimin vs Wahabi. Wahabi versus wahabi, Takfiri  vs Manusia non Takfiri. Konsentrasi arah Arab Spring kian pecah, makna kebangkitan Islam dipecah-pecah dalam bingkai tak berpola. Mungkin kaum Islam seradikal apapun memanfaatkan kesempatan, tapi semua kelompok itu tak bisa langsung berhadap-hadapan langsung dengan tentara IDF. Musuh tahu persis seluruh syaraf otak umat Islam, kemana pola dan harapan dapat diakomodasi Zionis.  Kesempatan mengambil tumor “Kanker ganas Israel” di tengah tubuh negara-negara Islam  selalu lewat.

Apa makna dari semua itu? Tampaknya, deretan daftar kebodohan umat Islam yang terus berulang  Potensi kekuatan umat hancur berkeping-keping tanpa daya dan kehormatan sedikitpun. Lautan kaum Ikhawanul Muslimin Mesir kini meronta-ronta meminta jalan demokrasi. Sementara tak satupun peluru dari Qatar dan Arab Saudi diberikan untuk pejuang Palestina seperti disindir Sayyed Hasan Nasrullah yang tidak didengar oleh Mursi dan kawan-kawannya. Jika saja dulu Ikhawanul Muslimi percaya dengan Sayyed Hasan, mungkin umat Ikhwanul Muslimin jalanya tidak seperti sekarang.

Keprihatinan ini seperti deretan kesalahan yang tidak perlu, menghujam ke dalam dada umat Muhammad, kenapa bisa begitu rapuhnya umat Islam di hadapan Imperialis, dari satu kesalahan menuju kesalahan berikutnya? Kenapa tidak pernah mendengar berita, seluruh umat Islam di dunia baik di medan tempur secara fisik, budaya, ekonomi, sains melawan tangan Imperialis-Israel? Kenapa Amerika yang berjarak ribuan kilo leluasa mengatur umat Islam?. Kenapa saran Imam Khomeini, ide persatuan Sunni-Syiah tidak didengar oleh jihadis dan Ikhwanul Muslimin? Kenapa mereka lebih percaya dengan NATO?

Tampaknya, pesan Muhammad Iqbal, (1873-1938) mampu mengartikulasikan dengan baik dan menggugah kesadaran umat  saat ini;

Hancurkan dunia sampai berkeping-keping bila tidak sesuai denganmu, ciptakan dunia yang lain dari kedalaman wujudmu, betapa pedih manusia merdeka yang hidup di dunia yang diciptakan oleh manusia lain.”

Jihad dan Khilafah

Instan dan malas berpikir adalah kata yang mampu menjelaskan dua kata Jihad dan Khilafah. Dua hal yang berbahaya ini kini dipraktekkan oleh Arab Saudi, Mesir, Qatar dan Turki. Jihad dan Khilafah minus rasionalitas telah menjadikan negara-negara berpenduduk Islam menjadi bangsa yang tidak bisa memotong tangan-tangan imperialis. Berkat irasionalitas ini terbuka peluang bagi Imperialis mengadu domba umat Islam saling berhadapan.

Irasionalitas muncul dari kesalahan mengidentifikasi musuh sejati, jihad dan khilafah menjadi berhala ideologi. Fitrah rasio umat Muhammad Saw harusnya bertanya, jika jihad kenapa dengan arahan NATO?, jika khilafah kenapa dengan banjir darah sesama umat?, bukankah masih ada jalan referendum, cara Islami, kenapa rakyat Suriah tidak ditanya baik-baik, ditawarin proposal khilafah, diuji materi ideologinya oleh seluruh aliran dan lapisan masyarakat Suriah, kenapa mereka malah patungan perang di negeri Suriah bukan meruntuhkan arogansi Israel. Jika Ikhwanul Muslimin dan Jihadis benar kenapa sikap pembeo, pengekor negara Barat terus dipraktekkan?, Iqbal dulu sempat menyindir;

 

“Jangan sampai hinakan pribadimu dengan imitasi, bangunlah, hai kau yang asing terhadap rahasia kehidupan, nyalakan api yang tersembunyi dalam debumu sendiri, wujudkan dalam dirimu sifat-sifat Tuhan. Bangkitlah, ciptakan dunia baru, bungkus dirimu dalam api, dan jadikan seorang Ibrahim, jangan mau tunduk kepada apapun kecuali kebenaran, ia akan menjadikanmu seekor singa jantan. “

 

Rasa prihatin Iqbal terhadap negara-negara Arab dulu kini terulang lagi, lalu dari mana kita mulai mengurainya. Satu masukan yang bisa mendedah adalah membongakar isi otak dari pelaku-pelaku kesalahan.

Pelajaran berani yang bisa dipetik adalah sudah saatnya mereformasi kembali ideologi Ikhwanul Muslimin dan kaum jihadis. Pola-pola irasionalitas, berpikir, bertindak, mempresepsi yang dipolakan tidak bisa lepas dari strukur pengetahuan dan pandangan hidup mereka. Cara berpikir ala jihadis dan Ikhwanul Muslimin tidak bisa lepas dari cara pandang mereka terhadap Islam, terlepas dari faktor eksternal.

Revolusi Tauhid

Peluang jangka panjang yang bisa dilakukan adalah menawarkan bahwa Islam sebagai agama dan  peradaban menjunjung nilai-nilai kemanusiaan universal. Berbagai  pihak harus bisa menerima Islam yang ditawarkan. Agama tidak kehilangan rasionalitas. Standar cita rasa Islam universal harus bisa meyakinkan kelompok manapun baik muslim ataupun non muslim. Islam tidak bisa dipersempit dengan gaya keras kepala, orang di luar kelompoknya tidak bisa terus dipaksa mengikuti dengan dalih titah dari Langit.

Agar dapat diterima dari berbagai pihak, tidak ada pilihan lain selain dengan menggenggam Islam dengan rasionalitas, menawarkan peluang filsafat dan tasawuf sebagai alat memahami agama. Jika tidak, maka identifikasi penyakit mental umat Islam dan penyakit Barat tidak bisa dikenali dengan baik. Revolusi tidak bisa direduksi dengan khilafah, revolusi bisa dimulai dengan menjaga identitas Islam dengan memotong tangan Imperialis. Tanpa memotong tangan-tangan imperialis; revolusi sains, budayaan, politik tidak akan tercapai. Independensi adalah mutlak bagi negara yang menginginkan Islam sebagai sistem.

 

Khilafah tidak bisa dipaksakan di Turki, karena sebagian masyarakat sudah kadung nyaman dengan sekuler. Kesalahan masa lalu kekhalifahan Turki Usmani dengan mengundang teknisi Barat untuk membangun militer canggih tidak dibarengi membangun fondasi filosofis dan paradigma peradaban yang mengakibatkan krisis identitas bagi otentitas budaya Turki. Berdirinya Republik Turki sekuler yang dipimpin Kemal Ataturk (1881-1938) tidak sekedar mengundang teknisi Barat, tetapi juga mengimpor seluruh bangunan pemikiran Barat, termasuk mengganti huruf Arab menjadi huruf latin. Tanpa etos ilmiah hanya menjadikan industri dan militer menjadi tujuan jangka pendek membuka peluang kesalahan berikutnya. Seperti kita saksikan, Turki belakangan harus mengemis menjadi bagian Eropa. Kolaborasi Turki dengan NATO, “paket hemat Khilafah dan menjaga eksistensi Israel, mempertahankan kepentingan Imperialis” adalah keputusan yang bertolak belakang dengan spirit Islam. Konspirasi saling menguntungkan antara NATO dan Ilusi Khilafah kalau tidak dihentikan akan menjadi sejarah yang buruk.

Para tetua Ideolog partai Erdogan dan Mursi harus kembali menyegarkan pemahaman agamanya, mengkonsolidasikan semangat tauhid yang benar sebagai roh revolusi. Mereka harus sadar, membuka jalan penghancuran makam dan masjid, madrasah, membunuh ulama adalah artikulasi semangat tauhid yang salah. Sejatinya, seperti kata Hasan Hanafi, semangat tauhid adalah inti Revolusi Kebangkitan Islam. Murtadha Muthahari mengatakan alam semesta ini unipolar dan uniaksial; alam esensinya berasal dari Tuhan (innalillah) dan kembali kepada-NYA (inna illaihi waji’un).

 

Revolusi tauhid menurut Hasan Hanafi berarti, 1.Revitalisasi khasanah Islam, 2.Menentang imperialisme kultural dan peradaban Barat 3. Analisis atas dunia Islam. Revitalisasi khasanah Islam bisa dengan memajukan sains seperti yang dilakukan oleh Ibnu Sina. “Qanun Fi al-Tibb” dikarang Ibnu Sina lahir dari peradaban Islam, karya ini paling sering diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa era Renaisans abad 13 dan 17. Contoh lain dengan meneladani Umar Khayyam, penyair dan matematikawan peletak dasar geometri analitik, Ibnu Rusdy pemantik rasionalisme Eropa.

Secara jujur Hasan Hanafi mengapresiasi Revolusi Iran, “Kaum muslim diperhitungkan kembali dalam sejarah peradaban dunia. Kaum Islam masuk kembali dalam gerak sejarah setelah Revolusi Islam akbar Iran pada permulaan abad 15 H. ” Dalam proses sejarah ketiga elemen cita-cita Revolusi tauhid oleh Hasan Hanafi telah diterapkan dan terjadi di Iran. Kesalahan partai Erdogan dan Mursi adalah tidak menerima uluran saudara muslim dari Iran untuk membuat front membendung Imperialis dan Israel. Ajakan revolusi jihad ilmu, memajukan sains dan membangun negara Islam dengan kaki sendiri seolah menjadi nyanyian malaikat yang sepi tak bisa menyapa sesama penyembah Allah swt dan satu umat Muhammad Saw. Ajakan Iran dianggap tidak menarik dan pengusung khilafah malah larut dengan hingar-bingar genderang retorika media Barat.

Tragisnya, Iran malah dipetakan bersama Suriah menjadi musuh aqidah dan politik. Erdogan dan Mursi lebih memilih peta jalan Amerika sebagai mitra menghancurkan Suriah. Namun konspirasi memang tak bertuan, langkah keduanya sekarang mulai ada gejala di telikung oleh Barat. Erdogan dan Mursi seharusnya banyak berdialog dengan Sayyid Ali Khameini tentang arti sebuah Revolusi Islam. Mencari titik-titik kesamaan memaknai kebangkitan Islam. Tidakkah kesamaan satu Tuhan dan Al-Quran menjadi dalil yang sangat cukup?

Secara tulus Ayatullah Sayyid Ali Khameini, pemimpin spiritual Iran mengakui bahwa jalan Revolusi Islam Iran adalah pelaksanaan dari cita-cita Iqbal.

Kebijakan kita berdasarkan prinsip ‘tidak Timur tidak Barat bersesuaian dengan yang Iqbal sarankan, kebijakan mandiri kita identik dengan pandangan Iqbal. Dan di dalam keyakinan kita bahwa al-Quran dan Islam dijadikan sebagai dasar Revolusi dan pergerakaan kita, kita mengikuti jalan yang ditunjukkan oleh Iqbal kepada kita “.

Sudah saatnya pemberhalaan terhadap ajaran Ibn Taimimiyyah dan ajaran Salafi – Wahabi sebagai standar hidup perlu dikoreksi total, terbukti bukannya membebaskan dari hegemoni asing, malah membuka peluang intervensi secara budaya, politik dan militer. Arab Saudi, Afganistan, Pakistan kini menjadi pusat kaki-kaki imperialisme dunia.

Jalan khilafah perlu direvisi, karena sudah menelan darah sesama muslim, bukan darah para syuhada yang harum mengalir akibat pertempuran melawan pasukan zionis atau imperialis. Tumpahan darah 100.000 manusia di Suriah harusnya bisa dihindari jika menggunakan akal sehat (rasionalitas). Gudang-gudang senjata Arab Saudi yang menelan anggaran 39 miliar dolar dapat digunakan dengan semestinya untuk membangun peradaban dan mengurangi dampak kezaliman. Arab Saudi dan Qatar harus merevolusi dirinya, belajar mencari kawan yang benar. Semoga Ibu-ibu muslim di Qatar dan Arab Saudi bisa melahirkan generasi bayi-bayi  seperti Ibnu Sina dan Iqbal. (IRIB Indonesia/PH)

Tasawuf yang Menyimpang


Rabu, 2013 Agustus 21

Oleh: Muhammad Ma’ruf

Irfan adalah dimensi esoteris (batin) ajaran Islam yang bersumber dari Al-Quran dan Hadist. Dalam tradisi di Indonesia biasanya disebut dengan ilmu Tasawuf atau Mistisisme. Tradisi ini marak diprakekkan dalam berbagai aliran tarekat atau amalan-amalan komunitas tertentu. Biasanya ajaran tasawuf  lebih banyak dipraktekkan dibanding diwacanakan oleh kalangan tradisi NU, ataupun tradisi Islam lain yang terkadang menyatu dengan budaya lokal. Tasawuf seringkali dicap oleh kelompok tertentu sebagai bidah ataupun khurafat.

Kemudian timbul pertanyaan, apa ukuran tasawuf dikategorikan menyimpang atau tidak, benarkan ada tasawuf yang ajarannya menyimpang? Bukankan tasawuf adalah ajaran yang pada dasarnya sudah benar. Beberapa waktu lalu saya menemukan makalah unik dari Prof. Dr. Sayyed Hoseini Kouhsari, Direktur ICAS-Jakarta. Menariknya, makalah ini mencoba mengidentifikasi substansi tasawuf Islam dengan cara meneliti penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam berbagai aliran Mistisisme, baik di masa lalu maupun masa modern. Pelajaran yang bisa dipetik bagi pelaku tasawuf adalah bisa untuk mengidentifikasi apakah kita atau orang di sekitar kita sudah dalam “track” tasawuf yang benar. Beberapa temuan penyimpangan berhasil diidentifikasi oleh Sayyed Kouhsari di antaranya;

1.       Mistisisme tanpa Tuhan

Aliran ini mengindentifikasi sebagai Mistisisme akan tetapi tidak mempunyai keyakinan terhadap Tuhan. Termasuk kategori ini adalah Mistisisme yang meyakini Tuhan tetapi dalam prespektif yang salah. Mistisime ini telah kehilangan iman pada Allah, artinya kehilangan fondasi pokok agama sehingga masuk daftar mistisisme yang menyimpang.

2.       Mistisisme Natural

Mistisisme ini menganggap alam telah menggantikan Tuhan. Kelompok ini berkembang di Barat yang terkadang membawa pengaruh ke dalam syair, film dan novel. Kelompok ini biasanya memuja dan memuji alam. Alam adalah tujuan final pencarian mereka.

3.       Mistisisme Panteisme

Mistisme ini menganggap alam=Tuhan dan Tuhan=alam. Meski secara lahiriah alam itu bukan Tuhan tetapi jika menempuh jalan spiritual, maka mereka mengklaim alam itu adalah Tuhan sendiri. Dalam tradisi filsafat Barat, pencetusnya adalah Spinoza, yang tekenal dengan aliran monisme. Sebagian kalangan menganggap panteisme sama dengan wahdatul wujud.

4.       Mistisisme non-Tauhid

Mistisisme ini meniscayakan Tuhan yang banyak, karena secara teologis menisbahkan sifat-sifat Tuhan yang banyak kepada zat-Nya. Fenomena ini juga terdapat dalam doktrin trinitas Kristen. Termasuk juga dalam kalangan Islam terjadi jika, pelaku suluk mendewakan peran seorang mursyid yang wajib ditaati. Posisi “Qutb” diletakan di atas syariat. Juga termasuk sufi yang hanya fokus pada Tuhan dan mengabaikan peran Rasulullah Saw dan para wali.

5.       Mistisisme tanpa Agama

Fenomena ini ada jika seorang sufi mengabaikan peran wahyu, Al-Quran dan sunnah. Mereka mengingkari kenabian dan mengandalkan akal sebagi alat untuk memilah masalah yang maslahat dan yang mafsadat. Termasuk paham deisme di Barat yang menganggap Tuhan berhenti bertugas setelah menciptakan alam semesta. Nasib alam kemudian bergantung pada hukum alam.

6.       Mistisme tanpa Akal

Kelompok ini menganggap akal tidak sejalan dengan mistisisme. Mistisisme yang benar adalah akal dapat menjustifikasi kebenaran Mistisisme. Akal bernilai dan penting, karena tanpa akal tidak tercapai sebuah pengetahuan.

7.       Mistisisme tanpa Kehidupan Sosial

Kelompok ini biasanya mengisolasi hidupnya dari masyarakat sosial. Pengikut aliran ini menganggap puncak pencapaian spiritual akhir ketika mereka hanya bersama Tuhan minus masyarakat.

8.       Mistisisme tanpa Ahlak

Kelompok ini menganggap diri mereka dan Tuhan saja yang ada. Mereka mendahulukan hubungan vertikal dengan menghancurkan hubungan horizontal. Sufi jenis ini hanya ingin menyempurnakan kualitas hubungan dengan Tuhan saja dan absen menyempurnakan ahlak terhadap sesama.

Pedoman Tasawuf

Kesembilan identifikasi mistisisme yang menyimpang ini dapat kita jadikan pedoman atau rambu-rambu untuk mengukur seberapa besar kadar kualitas sebuah ajaran tasawuf yang benar secara teoritis. Bagi pelaku suluk (pejalan spiritual) dapat menjadi pembanding dan refleksi, siapa tahu yang sudah “kadung” kita yakini sebagai hal yang benar ternyata masih menyimpang. Gejala menyimpang ini sebenarnya banyak kita temukan dalam masyarakat; sufi yang mengisolasi diri dari masyarakat, sufi yang gagal memisahkan alam dan Tuhan, sufi yang masih kacau pemahamannya antara zat dan sifat Tuhan, sufi yang anti syariat, dan sufi yang kehilangan Iman pada Tuhan. Semoga saja kita masuk kategori tasawuf yang secara teori benar sehingga dapat menjadi pesuluk sejati. (IRIB Indonesia/PH)

Menjadi Manusia Merdeka


Sabtu, 2013 September

Setelah melewati serangkaian pergulatan dan perjuangan hidup, dalam diri setiap orang terdapat archetype: the innocent. Yaitu ingin menemukan kembali serta menjaga suasana batin semasa kanak-kanak yang merasa bersih, terbebas dari beban dosa dan salah. Bukankah yang khas dan indah pada anak-anak adalah keceriaan, spontanitas dan kelugasan menjalani hidup?

Dalam konteks orang dewasa dan orangtua, istilah innocent lebih tepat diganti dengan ungkapan bagaimana meraih hidup akuntabel (accountable life). Hidup yang tidak merasa dikejar dosa dan utang serta merdeka dari berbagai tekanan, ancaman dan intimidasi.

Jika dikaitkan dengan sikap altruisme, jauh akan lebih melegakan dan membahagikan hidup kalau seseorang berderma benar-benar diambil dari harta yang halal, bukan berderma dari  harta haram dengan maksud mencuci dosa atau kamuflase sosial padahal dia seorang koruptor. Artinya akuntabilitas harta dan perilaku keseharian itu sesungguhnya menjadi dambaan setiap orang sehingga dalam dirinya melekat archetype: the innocent.

Oleh karenanya, kita selalu memandang sedih, ikut bersimpati dan campur kesal ketika melihat beberapa mantan pejabat tinggi yang sudah purna tugas masih berurusan dengan polisi atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena terbukti melakukan korupsi di masa lalu.

Siapapun orangnya, ketika menapaki hari tua ingin hidup tenang, bahagia, terbebaskan dari perkara perdata dan pidana. Anak-anaknya pun ingin sekali melihat orang tua mereka hidup bahagia, menikmati hari senja setelah sebelumnya bekerja keras membesarkan mereka. Kini giliran anaknya mengasuh orangtuanya.

Namun, sesungguhnya naluri orang tua selalu saja ingin memberi dan melindungi anak-anaknya sampai kapan pun. Di sinilah kekuatan cinta kasih yang tulus dalam hubungan keluarga. Masing-masing, baik anak maupun orang tua, ingin saling memberi dan melayani terhadap yang lain.

Kembali pada anugerah kemerdekaan hidup, ada doa yang diajarkan Rasulullah: “Ya Allah, aku berlindung kepada-MU dari jeratan utang dan cengkeraman orang.” (Allahumma inni a’dzubika min ghalabatiddain, wa qahrirrijaal). Siapapun sepakat, hidup  terjerat  utang akan merampas kebahagiaan. Begitu pun hidup dibuntuti ancaman dan tekanan akan merampas ketenangan. Ini berlaku dalam konteks pribadi, keluarga, institusi maupun negara.

Berbahagialah masyarakat dan negara yang hidup terbebas dari berbagai ancaman utang luar negeri, syukur-syukur malah jadi negara donor. Beruntunglah masyarakat dan negara yang tidak memiliki ancaman musuh baik di dalam maupun luar negeri.

Untuk meraih status hidup akuntabel sungguh merupakan agenda perjuangan yang tak pernah henti. Mungkin saja seseorang terbebas utang-piutang secara materi. Namun setiap orang pasti memiliki utang moral terhadap banyak pihak. Misalnya saja pada orang tua, guru, dan  orang-orang yang pernah menjadi bagian dari hidupnya.

Dalam ajaran agama, salah satu jalan untuk melunasi utang-utang moral adalah dengan mendoakan mereka dan menjaga silaturahim. Dalam jalinan silaturahim yang sehat, yang muncul suasana saling mensupport, mendoakan dan berbagi sehingga hidup menjadi lebih terasa ringan dan riang dijalani.

Utang kita yang lebih banyak justru terhadap Tuhan. Begitu melimpah anugerah hidup dengan segala fasilitasnya namun kita kurang pandai mensyukuri dan memanfaatkan semuanya secara optimal di jalan yang benar dan baik. Jadi, jika ingin meraih hidup merdeka, mari kita lunasi utang-utang baik yang bersifat vertikal maupun horisontal.

Yang menarik direnungkan, utang vertikal pada Tuhan dalam hal cacat dalam beribadah, misalnya utang berpuasa, bisa disubsidi silang dengan amal sosial-horisontal, menyantuni anak-yatim piatu yang miskin. Tetapi utang yang bersifat horisonal, urusan perdata dan pidana, mesti dilunasi melalui jalur hukum  sosial. Betapapun orang rajin berhaji, umrah dan shalat tak menjamin membuat putih dosa-dosa sosialnya selama utang-utangnya belum dilunasi. Hak anak Adam mesti diselesaikan sesama anak Adam.

Tuhan sendiri tentu tidak memerlukan pertolongan manusia. Apakah manusia akan mengimani dan menyembah-Nya ataukah akan mengingkari dan melawan-Nya, kebesaran Tuhan tidak akan terpengaruh. Namun jika diperhatikan firman-Nya dalam kitab suci, siapa yang akan membayar kebaikan Tuhan, maka hendaknya diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang tengah dalam kesusahan.

Jadi, jika utang sesama manusia harus dibayarkan kepada manusia, tetapi bayaran utang kepada Tuhan dianjurkan untuk ditransformasikan menjadi cinta kasih dan kepedulian serta pertolongan yang diterima dan dirasakan oleh hamba-hamba-Nya. Begitulah jalan yang dibentangkan Tuhan untuk meraih status innocent and accountable life salah satu struktur mental yang selalu muncul dalam diri manusia dan menuntut pemenuhan. (Komaruddin Hidayat, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.)

 

Malahayati, Laksamana Wanita Pertama di Dunia

Indonesia patut berbangga karena ternyata kaya dengan deretan pahlawan perempuan, yang tak hanya unggul di tingkat lokal, tetapi kiprah dan kepiawaiannya juga diakui dunia.

Malahayati salah satunya. Perempuan kelahiran Nanggroe Aceh Darussalam 1875 M/1254 H itu disebut-sebut sebagai laksamana armada laut pertama di dunia. Karier sosok yang bernama asli Keumalahayati telah dirintis sejak belia. Putri dari Laksamana Mahmud Syah yang merupakan keturunan Kesultanan Aceh Darussalam ini menjatuhkan pilihan belajar di Angkatan Laut Akademi Militer Mahad Baitul Makdis. Ia ingin mengikuti jejak karier ayah dan kakeknya.

Cucu dari Laksamana Muhammad Said Syah ini terbilang istimewa. Keleluasaannya memilih jenjang pendidikan itu dilandasi atas kecerdasan yang dimiliki.

Meski demikian, karena lahir dari lingkungan masyarakat yang agamis, Malahayati mengenyam pendidikan agama terlebih dahulu di Meunasah, Rangkang, dan Dayah.

Prestasi Malahayati tersebar di lingkungan istana. Sultan Alauddin Riayat Syah al-Mukammil pada masa pemerintahan 1589 M–1604 M mengangkat Malahayati sebagai komandan protokol Istana Darud-Dunia di Kesultanan Aceh Darussalam.

Jabatan ini menuntutnya piawai menguasai wawasan etika dan keprotokolan. Selang berapa lama dari pengangkatan, ia pun menikah dengan seniornya di akademi angkatan laut. Sayang, identitas suaminya tidak terlalu terungkap di berbagai manuskrip.

 

Sebagai seorang laksamana angkatan laut, peran Malahayati sangat krusial. Debut pertempuran perdananya ialah melawan Portugis di perairan Selat Malaka. Meski menang, ia kehilangan dua laksamana dan ribuan prajurit. Salah

satu laksamana yang gugur ialah sang suami.

Peristiwa itu memukul diri Malahayati. Ia pun berjanji menuntut balas dengan membentuk Armada Aceh. Formasi pasukannya terdiri dari para janda prajurit yang gugur di Perang Teluk Haru.

Kesultanan merestui dan muncullah nama armada tersebut, yakni Armada Inong Balee. Ia didaulat sebagai laksamana. Sejak itulah gelar laksamana angkatan laut perempuan pertama ia sandang.

Kekuataan armada Inong Balee awalnya hanya 1000 orang, lalu bertambah menjadi dua ribu orang. Ia mendirikan Pangkalan Armada Teluk Lamreh Krueng Raya.

Tak jauh dari pangkalan militer tersebut, Malahayati juga membangun Benteng Inong Balee. Kekuatan armada pimpinan Malahayati terbilang luar biasa. Ini terbukti dengan sepak terjangnya selama mengawasi Pelabuhan Syahbandar.

Peran Malahayati berlangsung hingga masa perlawanan Belanda. Peristiwa penyerangan terhadap Cornelis de Houtman dan Frederick de Houtman dalam pendaratan perdana mereka di ibu kota Kesultanan Aceh Darussalam menunjukkan kemampuan perang Malahayati. Dalam serangan itu, Cornelis de Houtman terbunuh.

Juru runding

Perempuan yang menjabat pula sebagai komandan Pasukan Wanita Pengawal Istana itu terkenal piawai berdiplomasi.

Kemampuan lobi yang ia miliki tampak saat ia berhasil melobi delegasi Belanda yang datang pada 23 Agustus 1601. Rombongan itu dipimpin oleh Komisaris Gerard de Roy dan Laksamana Laurens Bicker. Mereka datang dengan membawa surat untuk sultan.

Kedatangan rombongan tersebut dilatarbelakangi oleh memburuknya situasi dan hubungan Aceh-Belanda. Ini menyusul penenggelaman kapal dagang Aceh oleh Paulus van Caerden pada 21 November 1600 dan memicu ketegangan.

Pada 31 Juni 1601, Laksamana Malahayati menyerang kapal Belanda yang dipimpin oleh Laksamana Yacob van Neck pada 31 Juni 1601. Berkat diplomasi Malahayati dengan Komisaris Gerard de Roy dan Laksamana Laurens Bicker, kedua belah pihak sepakat berdamai dengan syarat Frederick de Houtman dibebaskan dan Belanda siap membayar kerugian pembajakan sebelumnya sebesar 50 ribu gulden.

Terobosan Malahayati yaitu memperbaiki hubungan antara Kesultanan Aceh dan Belanda ini ditandai pula dengan layatan tiga utusan Aceh menghadap Pangeran Maurits.

Sebagai fungsi diplomatik, Keumalahayati juga menjadi juru runding saat Inggris ingin menjalin hubungan dagang. Ini tampak ketika Malahayati berunding dengan James Lancaster, utusan Ratu Elizabeth I.

Di bawah Sultan Iskandar Muda (1607 M–1636 M), Aceh mencapai puncak kejayaannya bersama Laksamana Keumalahayati, sang pahlawan wanita tiga zaman.

Ketika negara-negara maju berkoar masalah kesetaraan gender terutama terhadap negara berkembang dewasa ini, wilayah nusantara telah lama mempunyai pahlawan gender yang luar biasa. Laksamana perang wanita pertama di dunia.

Nama Malahayati saat ini terserak di mana-mana, sebagai nama jalan, pelabuhan, rumah sakit, perguruan tinggi dan tentu saja nama kapal perang. KRI Malahayati, satu dari tiga fregat berpeluru kendali MM-38 Exocet kelas Fatahillah. (IRIB Indonesia/Metrotvnews/ROL)

Memperbanyak dzikir setelah shalat Jum’at


masjid-nabawi1

(Arrahmah.com) – Di antara amalan yang dianjurkan untuk dilakukan pada hari Jum’at adalah membaca surat Al-Kahfi dan memperbanyak bacaan shalawat atas Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa salam.

Hal ini sudah banyak dijelaskan oleh para ulama, mubaligh dan ustadz. Amalan sunah lainnya yang dianjurkan pada hari Jum’at adalah memperbanyak dzikir setelah shalat Jum’at. Imam Yahya bin Syaraf an-Nawawi (wafat tahun 676 H) dalam kitab Al-Adzkar mengatakan: “Disunahkan untuk memperbanyak dzikir setelah shalat Jum’at, berdasar firman Allah Ta’ala:

فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ “Maka jika telah ditunaikan shalat Jum’at, menyebarlah kalian di muka bumi

dan carilah karunia Allah serta banyak-banyaklah mengingat Allah, semoga kalian beruntung.” (QS. Al-Jumu’ah [62]: 10)

Kasih Sayang, Rahasia Penguasaan Hati


Minggu, 2013 September 15 16:35

Cinta kasih merupakan perasaan paling panas dari bias sifat kasih sayang Allah Swt yang mengalir dalam sendi-sendi kehidupan makhluk hidup. Sifat Maha Pengasih Allah Swt ini juga menjadi cikal bakal kehidupan dari tiada menjadi ada. Allah Swt adalah sumber tak terbatas kasih sayang yang menjadi modal utama dan mengalir dalam kehidupan umat manusia sehingga sifat kemanusiaan akan muncul dalam diri makhluk unggul ini. Mereka yang memiliki sifat kasih sayang pada hakekatnya telah beribadah kepada Allah dan menyembah-Nya dengan segenap wujudnya. Manusia pertama kali merasakan dan belajar kasih sayang saat berada di dalam keluarga. Sang bayi pun menerima hadiah kasih sayang saat dibelai pertama kali oleh ibu dan anak bergembira ketika menyaksikan tatapan penuh kasih sayang sang ayah. Sejatinya tubuh manusia berkembang dengan makanan dan jiwanya tumbuh dengan kasih sayang.

Kasih sayang dan cinta kasih merupakan wacana dan kata terindah dalam kehidupan manusia. Menyintai adalah tuntutan semua manusia. Sejatinya rakyat sangat terpesona dengan kasih sayang dan perbuatan baik. Karakter manusia adalah kecenderungan untuk memuji pemberi nikmat dan ia mudah menyerahkan hatinya kepada mereka yang telah memberi kebaikan kepadanya. Dalam diri manusia juga tumbuh kecintaan kepada mereka yang berbuat baik. Oleh karena itu, merekah yang memiliki sifat kasih sayang dan dermawan dicintai oleh masyarakat.

Di sisi lain, kecintaan juga akan menumbuhkan kecintaan yang lain. Seseorang yang memberikan kecintaan dan persahabatannya kepada orang lain, maka pihak yang lainbakal mencintainya pula. Imam Ali as berkata, “Kecintaan akan terbentuk dari kasih sayang.” Mereka yang menanam persabahatan akan memetih hasilnya berupa kasih sayang dan kecintaan. Hal ini dikarenakan kasih sayang akan menguasai hati manusia. Sebaliknya mereka yang lebih mencintai dirinya sendiri dan memperioritaskan kenikmatan hidupnya dari orang lain tidak akan mendapat tempat di hati orang lain.

Allah Swt Yang Maha Pengasih sangat mencintai hamba-Nya dan orang-orang yang meluangkan waktunya untuk berkhidmat serta  mengasihi sesamanya. Meluluhkan hati orang lain juga akan berhasil dengan kasih sayang dan perbuatan baik. Mereka yang menjadikan hatinya sebagai rumah kasih sayang dan kecintaan orang lain akan mampu menguasai hati sesamanya. Bukti nyata dalam hal ini cukup kita dapatkan dari perkataan terkenal dari Harun al-Rashid, khalifah Bani Abbas ketika ditanya mengapa dirinya takut terhadap Musa bin Jakfar as, cucu dan keturunan Rasulllah Saw. Harun menjawab, “Aku adalah pemimpin badan dan fisik rakyat, adapun Imam Musa bin Jakfar adalah penguasa hati-hati manusia.”

Benar Imam Musa Kadhim as seperti kakek-kakeknya menguasai hati manusia dengan kekuatan iman dan kecintaannya kepada sesama. Namun Harun al-Rashid dengan kekuatan dan kekuasaannya yang besar serta didukung tentara yang besar sangat ketakutan terhadap manusia yang tidak memiliki senjata dan fasilitas besar seperti dirinya. Hal ini disebabkan Imam Musa Kadhim as adalah penguasa hati manusia. Kemuliaan ini diraih Imam dengan keimanan, penghambaan kepada Allah serta kasih sayang kepada sesamanya. Oleh karena itu, khalifah zalim ini karena tidak mampu melucuti Imam Musa terpaksa memenjarakan manusia suci ini serta memisahkannya dari para pengikut setia beliau. Tak hanya itu, Harun yang menyaksikan kecintaan pengikut Imam Musa masih tetap besar meski terpisah dari imamnya, terpaksa meracun keturunan Rasulullah Saw tersebut.

Akseptabilitas massa dan kecintaan masyarakat berakar pada khidmat dan kejujuran. Manusia yang baik, merakyat dan suka membantu orang lain sangat dicintai oleh sesamanya  dan namanya senantisa diingat dan disebut. Terkait hal ini Rasulullah Saw bersabda, “Pemimpin rakyat adalah pembantu umat.” Artinya persahabatan dan berkhidmat secara jujur kepada sesama dapat membuat seseorang dicintai oleh orang lain. Bahkan orang lain akan mengangkatnya sebagai pemimpin dan mencintainya.

Mayoritas kaum intelektual dan dengan klaim besar seperti pembela hak asasi manusia tidak peduli dengan penderitaan dan kesulitan sesamanya, karena yang penting bagi mereka adalah kesejahteraan dan kenikmatan diri mereka sendiri. Bahkan bagi mereka nyawa serta harta warga tidak penting dan dengan mudah serta dengan tuduhan tak berdasar mereka membantai sesamanya. Sementara itu, rakyat akan memberi hatinya kepada mereka memahami penderitaanya dan berusaha mengabdikan hidupnya demi  membantu sesamanya. Oleh karena itu, jika para pembohong, penimbun harta dan penguasa memiliki tempat di hati rakyat maka sifatnya hanya sementara dan cepat hilang karena tidak mendapat tempat di dalam lubuk hati yang paling dalam manusia.

 

Jika seseorang ingin populer di tengah rakyat maka ia harus mempersiapkan diri. Persabahatan, pengorbanan, membantu sesamanya dan mereka yang membutuhkan merupakan pendahuluan untuk menciptakan popularitas di tengah masyarakat. Pengorbanan adalah kata-kata indah namun sangat susah untuk dilaksanakan serta membutuhkan keberanian yang besar. Pekerjaan besar ini hanya mungkin dilakukan melalui jiwa yang bersih dan besar pula. Orang yang rela berkorban adalah orang yang mendahulukan kepentingan orang lain, ketimbang kepentingan pribadinya. Meski dirinya telah lelah, namun ia tetap siap menanggung pekerjaan yang sulit dan karena mencari ridha Allah Swt ia berkorban serta mendahulukan kepentingan orang lain.

Menjadi perantara perbuatan baik juga jalur lain untuk menguasai hati manusia. Karena membantu perbuatan baik dan amal saleh merupakan anugerah besar Tuhan yang hanya diberikan kepada hamba-hamba pilihan. Rasulullah Saw bersabda, “Sebaik-baiknya manusia adalah yang dapat memberi manfaat kepada orang lain.” Berbuat baik kepada orang lain sangat luas ruang lingkupnya. Dari riwayat Imam Shadiq as disebutkan, “Demi Allah dan Rasul-Nya, bukan termasuk orang beriman mereka yang tertawa saat didatangi saudaranya yang tengah membutuhkan. Jika ia memiliki kemampuan untuk membantu, maka ia harus segera melaksanakannya dan jika tidak mampu maka sebaiknya ia merujuk kepada orang lain untuk membantu kesulitan saudaranya tersebut.”

Instiusi keluarga juga membutuhkan kasih sayang untuk melanjutkan eksistensiny. Sebuah keluarga yang penuh kehangatan dan kasih sayang mampu mendidik anak yang memiliki kepercayaan diri tinggi dan penuh semangat. Hal ini dikarenakan tidak ada kelezatan bagi seorang anak kecuali kelezatan kasih sayang. Keluarga jika menjadi sumber kasih sayang maka akan mampu memenuhi dahaga manusia. Namun jika sumber ini kering, dahaga kasih sayang manusia akan menuju ke sumber yang terpolusi. Kasih sayang, pondasi dan dasar pendidikan anak dan tanpanya setiap upaya dalam mendidik anak akan sia-sia.

Manusia yang tidak mendapat kasih sayang dari ayah atau ibu, atau keduanya maka kekosongan ini tidak dapat dipenuhi dari tempat lain. Oleh karena itu, orang seperti ini akan tertimpa kekurangan kasih sayang. Suatu hari Rasulullah Saw mencium kedua cucunya, Imam Hasan dan Husein as. Salah seorang sahabat yang hadir dalam pertemuan tersebut berkata kepada Rasulullah, “Saya memiliki sepuluh anak dan sampai saat ini belum pernah saya mencium mereka.” Rasulullah kemudian bersabda, “Jika Allah mengambil perasaan dan kasih sayang dari hatimu, bagiku tidak ada pengaruhnya?” Dalam riwayat lain disebutkan, Rasul saat menjawab sahabatnya ini bersabda, “Orang yang tidak memilki kasih sayang kepada orang lain tidak akan mendapat rahmat Allah Swt.”

Aura kasih sayang dalam pandangan sosial merupakan kekuatan besar dan berpengaruh. Masyarakat terbaik adalah masyarakat yang dikelola dengan kekuatan kasih sayang, karena antara kecintaan dan ketaatan memiliki hubungan langsung. Seiring dengan tumbuhnya kasih sayang maka ketaatan akan menemukan warna tersendiri dan kepatuhan seseorang bukan disebabkan karena terpaksa, namun timbul dari kecintaan kepada pemimpin.

Malik bin Auf Nasri, musuh utama Nabi. Pada tahun kedelapan hijriah ia mengobarkan perang Hunain dengan menghasut Bani Tsaqif dan Hawazin. Namun dengan bantuan Allah tentara muslim menang di peperangan tersebut. Di peperangan ini umat muslim meraih banyak ghanimah (rampasan perang) dan tawanan perang. Malik bin Auf, provokator utama perang Hunain berlindung kepada Bani Taif. Saat itu pula Malik mulai memikirkan Nabi beserta ajaran Ilahinya dan perilaku beliau. Akhirnya ia datang ke Madinah dan menyatakan memeluk Islam.

Nabi yang menyaksikan keislaman Malik kemudian membebaskan keluarganya yang menjadi tawanan. Menyaksikan kecintaan dan kasih sayang Nabi, Malik bin Auf menafkahkan kekayaannya di Taif untuk kemajuan Islam. Dihadapan kebesaran dan keagungan Rasulullah, dengan penuh rendah diri, Malik bin Auf berkata, “Di antara seluruh penduduk bumi, aku tidak pernah menyaksikan sosok seperti Muhammad atau mendengar sifat-sifat yang dimiliki oleh beliau.”(IRIB Indonesia)

Tafsir Al-Quran, Surat Yunus Ayat 1-4


Selasa, 2013 September 17

Setelah sebelumnya telah menyelesaikan pembahasan dan pengkajian surat at-Taubah, maka kita akan mulai membahas dan mengulas surat ke 10 dalam kitab suci al-Quran yaitu surat Yunus. Surat ini diturunkan di Mekah mulai dari ayat pertama sampai dengan ayat ke 4. Nabi Yunus adalah salah seorang Nabi utusan Allah Swt. Beliau datang setelah Nabi Nuh dan Musa as. Karena itu surat ini diberi nama dengan nama beliau.

Ayat ke 1-2

 

الر تِلْكَ آَيَاتُ الْكِتَابِ الْحَكِيمِ (1) أَكَانَ لِلنَّاسِ عَجَبًا أَنْ أَوْحَيْنَا إِلَى رَجُلٍ مِنْهُمْ أَنْ أَنْذِرِ النَّاسَ وَبَشِّرِ الَّذِينَ آَمَنُوا أَنَّ لَهُمْ قَدَمَ صِدْقٍ عِنْدَ رَبِّهِمْ قَالَ الْكَافِرُونَ إِنَّ هَذَا لَسَاحِرٌ مُبِينٌ (2)

Artinya:

Alif laam raa. Inilah ayat-ayat Al Quran yang mengandung hikmah. (10: 1)

Patutkah menjadi keheranan bagi manusia bahwa Kami mewahyukan kepada seorang laki-laki di antara mereka: “Berilah peringatan kepada manusia dan gembirakanlah orang-orang beriman bahwa mereka mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi Tuhan mereka”. Orang-orang kafir berkata: “Sesungguhnya orang ini (Muhammad) benar-benar adalah tukang sihir yang nyata”. (10: 2)

Sebagaimana telah disebutkan dalam permulaan surat al-Baqarah, 29 surat dari 114 surat al-Quran dimulai dengan huruf-huruf muqattha’ah yakni huruf-huruf terpenggal, yang merupakan suatu rumus bagi Allah dan Nabi-Nya, namun hingga saat ini rumus dan huruf-huruf tunggal tersebut belum tersingkap. Biasanya setelah huruf-huruf ini diiringi dengan pernyataan kebesaran al-Quran. Sebagian mufassir menyebut bahwa huruf-huruf itu sebagai hujjah terhadap para penentang, dalam artian meski Allah Swt menurunkan al-Quran dengan huruf-huruf alfabet, namun kalian tidak akan bisa mendatangkan kitab yang sepertinya. Salah satu dari sifat Allah yang tersebut dalam al-Quran ialah “Hakim”, karena kalimat “Ahkam” yang tersebut dalam kitab suci ini dibangun pada dasar yang kokoh, sedang poin yang dikandung didalamnya mengajarkan kebijaksanaan dan hikmah.

Setelah menjelaskan posisi dan kedudukan al-Quran, Allah Swt pada ayat kedua menyinggung posisi Nabi-Nya Muhammad Saw, dengan mengatakan, “Masyarakat selalu menunggu bahwa Allah telah mengirimkan malaikat-Nya untuk memberi petunjuk kepada umat manusia. Sudah jelas para nabi itu haruslah berasal dari jenis manusia, bangsa dan bahkan satu bahasa, sehingga pernyataan mereka dapat menjadi suri teladan bagi mereka. Selain itu para nabi dalam melaksanakan seruan dan dakwahnya tidak menginginkan sesuatu. Karena jika mereka menginginkan sesuatu, pastilah manusia akan menjauhkan diri. Pekerjaan para nabi adalah memberi berita gembira kepada orang-orang yang berbuat baik dan saleh, serta memberi peringatan kepada para pendosa dan pelaku kejahatan. Adapun ketika nabi mengeluarkan mukjizatnya, disebabkan sebagian orang telah menuduh kepada para nabi tersebut sebagai telah menyihir dan memperdaya mereka.

Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. al-Quran adalah sebuah kitab suci yang kokoh, lestari dan abadi, nilai dan kedudukan kitab suci ini tidak akan pernah berkurang dengan berlalunya zaman.

2. Tujuan para nabi ialah memberikan kemuliaan kepada umat manusia, dan mengangkat dan memuliakan kedudukan mereka.

Ayat ke 3

 

إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ مَا مِنْ شَفِيعٍ إِلَّا مِنْ بَعْدِ إِذْنِهِ ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ فَاعْبُدُوهُ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ (3)

Artinya:

Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy untuk mengatur segala urusan. Tiada seorangpun yang akan memberi syafa’at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian itulah Allah, Tuhan kamu, maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran? (10: 3)

Salah satu Sunnatullah dari penciptaan alam semesta ini dilakukan secara bertahap. Meski Allah Swt Maha Berkuasa untuk menciptakan semua isi alam semesta ini dalam sebuah tahap, namun langit-langit dan bumi dibangun dalam jangka waktu 6 masa (putaran) yang berbeda. Perkembangan dan penyempurnaan semua makhluk alam semesta ini, juga sejak saat diciptakannya hingga mencapai kesempurnaan mengalami perkembangan secara bertahap. Bayi akan berada di dalam kandungan ibunya selama 9 bulan 10 hari, sehingga sampai pada tahap yang menjadikan bayi tersebut bisa hidup di dunia ini. Padahal Allah Swt dapat melaksanakan semua ciptaannya tersebut dalam satu masa. Dari situlah orang-orang Musyrik baik yang hidup tempo dulu maupun sekarang meski menerima Tuhan sebagai pencipta alam semesta ini, namun mereka mengatakan bahwa Tuhan memiliki sekutu dalam mengatur jagat raya ini.

Karena itu lanjutan ayat-ayat ini mengatakan, “Segala urusan jagat raya ini di tangan Allah Swt dan seluruh pekerjaan itu dilakukan atas perintah-Nya. Karena itu tiada satupun yang dapat menjadi perantara dalam mengatur dan mengelola jagat raya ini, bahkan para malaikat pun dalam mengatur segala sesuatu di alam raya ini, selalu di bawah kehendak dan perintah Allah. Para wali Allah juga dengan ijin-Nya memiliki kemungkinan untuk menguasai dan menundukkan undang-undang alam.

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Penciptaan alam dilakukan dengan program yang telah terkaji sebelumnya, dan dengan perhitungan waktu yang tepat. Karena itu penciptaan alam semesta ini bukan perkara yang kebetulan, artinya tanpa rancangan sebelumnya.

2. Alam semesta ini berjalan sesuai dengan undang-undang dan tujuan. Karena itu pencipta alam semesta ini adalah satu-satunya zat yang mengatur ciptaan-Nya.

Ayat ke 4

 

إِلَيْهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا وَعْدَ اللَّهِ حَقًّا إِنَّهُ يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ لِيَجْزِيَ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ بِالْقِسْطِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا لَهُمْ شَرَابٌ مِنْ حَمِيمٍ وَعَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْفُرُونَ (4)

Artinya:

Hanya kepada-Nya-lah kamu semuanya akan kembali; sebagai janji yang benar daripada Allah, sesungguhnya Allah menciptakan makhluk pada permulaannya kemudian mengulanginya (menghidupkannya) kembali (sesudah berbangkit), agar Dia memberi pembalasan kepada orang-orang yang beriman dan yang mengerjakan amal saleh dengan adil. Dan untuk orang-orang kafir disediakan minuman air yang panas dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka. (10: 4)

Ayat sebelumnya telah menyinggung ke-Maha Kuasaan Allah Swt dalam menciptakan langit dan bumi. Ayat ini juga menyinggung mengenai penciptaan kembali alam raya pada Hari Kiamat, sekaligus untuk menghapus segala bentuk syak dan keraguan, mengatakan, “Ini adalah janji Allah yang pasti. Dia akan memberi pahala kepada orang-orang yang berbuat kebajikan, sedang terhadap orang-orang Kafir Allah akan memberi balasan siksa dan azab. Memang Tuhan telah membuka pintu bagi manusia untuk melakukan apa saja termasuk dosa dan kejahatan, sehingga hari demi hari manusia yang mengumbar perbuatan dosa dan kejahatan itu akan semakin tenggelam dalam fasad dan dosa. Dan kelak pada Hari Kiamat Allah Swt akan menyediakan makanan dan minuman bagi manusia-manusia pendosa ini dengan api neraka.

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Filsafat hari kebangkitan atau Ma’ad merupakan manifestasi keadilan Ilahi. Karena itulah dunia bukan menjadi tempat pemberian pahala atau siksaan secara keseluruhan dari amal perbuatan manusia.

2. Sebagaimana kita ketahui di dunia, maka seluruh yang ada di jagat raya ini diciptakan untuk umat manusia. Kemudian kelak di akhirat alam semesta ini akan diciptakan kembali untuk memberikan pahala dan siksa bagi umat manusia. (IRIB Indonesia)

Hasil penelitia MUI mengindikasikan HABIB ALI ponpes Darus Sholihin Syiah


Senin, 11 Zulqa’dah 1434 H / 16 September 2013 08:49
Hasil penelitian MUI mengindikasikan Habib Ali dan ponpes Darus Sholihin adalah Syiah‏

Habib Ali bin Umar Al-Habsyi

JEMBER  (Arrahmah.com) – Pihak Majelis Ulama Indonesia (MUI) kabupaten Jember telah mengadakan penelitian dan klarifikasi secara mendalam terkait Habib Ali bin Umar Al-Habsyi yang ditengarai menyebarkan paham syiah kepada masyarakat.

Pada tangggal 13 Juni 2012 pihak MUI Jember mengadakan klarifikasi di Aula Kantor Polres Jember yang meneliti buku-buku dan rekaman suara ceramah yang disampaikan oleh Habib Ali bin Uma Al-Habsyi di lingkungannya.

Pada saat itu, MUI meneliti 7 buku yang disusun oleh Habib Ali bin Umar Al-Habsyi.

Diantaranya ialah: Pedoman Ponpes Darus Sholihin, Aqidati “Pedoman Hidupku” versi Bahasa Arab, Aqidati “Pedoman Hidupku” versi Bahasa Indonesia, Kitab Soal Jawab dalam Masalah Ubudiyah atas Mazhab Al-Imam Asy-Syafii,  Kitab Fadhailul Amal, Ar-Risalah Al-Habasyiyah fi At-Tasawuf wa Ar-Riyadhah dan terakhir kitab Raudhah as-Sholihin yang kesemuanya merupakan buah karya Habib Ali bin Umar Al-Habsyi.

Dari ketujuh buku tersebut, pihak MUI Jember tidak menemukan adanya indikasi paham dan ajaran yang berbeda dengan ajaran ahlu sunnah wal jamaah.

Kemudian, penelitian dilanjutkan pada isi ceramah Habib Ali yang terekam dalam 1 buah keping cakram digital. Awalnya, pihak MUI memanggil Habib Ali untuk mengklarifikasikan apakah benar suara yang ada dalam keping cakram digital tersebut adalah suara Habib Ali.

Pada saat itu, Habib Ali tidak dapat hadir, namun ia mengirim utusan yaitu para guru yang mengajar di Ponpes Darus Sholihin. Saat diklarifikasi, para utusan Habib Ali dengan mantap membenarkan bahwa suara yang ada dalam ceramah tersebut merupakan suara Habib Ali.

Akhirnya, pihak MUI Jember setelah melakukan kajian dokumen dan kajian lapangan menetapkan bahwa Habib Ali bin Umar Al-Habsyi terbuktimenyebarkan paham dan ajaran syiah.

Poin-poin pikiran yang terdapat dalam rekaman yang terlontar pada saat pengajian itu menurut MUI mencerminkan bahwa Habib Ali bin Umar Al-Habsyi adalah syiah. Hal ini terletak pada pandangannya yang miring dan selalu menyudutkan para sahabat yang notabene tidak mungkin dilakukan oleh ahlu sunnah.

Berikut sebagian pemikiran Habib Ali bin Umar Al Habsyi Pimpinan Ponpes Darus Sholihin Puger Jember yang dianggap menyimpang oleh MUI Kabupaten Jember:

  1. Yang berhak mendapatkan ‘gelar’ sayyidina hanyalah Rasulullah Saw dan Imam Ali. Penyebutan lafadz sayyidina sebelum nama Abu Bakar, Umar, Utsman dan sahabat yang lain merupakan sebuah kesalahan karena tidak ada dasar dan dalilnya.
  2. Shalawat hanya boleh dibacakan untuk nabi dan keluarganya. Pembacaan shalawat tidak boleh ditujukan untuk para sahabat karena tidak ada dasarnya.
  3. Ahlul Bait hanyalah terbatas pada Nabi Muhammad Saw, Ali, Fatimah, Hasan dan Husain.
  4. Dari sahabat Nabi yang ada, yang berhak mendapatkan doa ‘Alaihisalam” hanyalah sahabat Ali. Sedangkan Abu Bakar, Umar, Utsman dan yang lain tidak berhak mendapatkan doa tersebut karena sebelum masuk Islam mereka pernah menyembah patung.
  5. Abu Bakar dan Umar sakit hati dan dendam kepada Ali karena pinangan mereka terhadap Siti Fatimah ditolak oleh Rasul Saw, sedangkan pinangan Ali diterima.
  6. Teguran Allah kepada Nabi Saw melalui ayat Alquran pada Surat Al-Maidah ayat 67 dianggap berkaitan dengan pengangkatan Ali sebagai pengganti Rasul Saw yang disembunyikan oleh Rasul Saw karena takut pada Abu Bakar dan Umar ra.
  7. Para sahabat tidak patuh terhadap perintah Nabi Saw untuk berperang pada detik-detik akhir hayat Nabi Saw, karena para sahabat ingin menggagalkan wasiat yang ingin ditulis oleh Nabi Saw untuk penunjukan Ali sebagai pengganti Rasul Saw paska wafatnya Rasul Saw.
  8. Para sahabat berusaha keras menghalang-halangi terbitnya wasiat penting (tentang penunjukan Ali sebagai pengganti Rasul Saw) dengan mengatakan bahwa Nabi Saw sedang “ngelindur akibat sakit parah”, sehingga ucapannya tidak perlu diperhatikan. Karena hal inilah pada akhirnya Rasul Saw marah pada sahabat.
  9. Syahwat politik para sahabat terlihat pada saat Rasul saw wafat, mereka tidak sibuk mengurus jenazah Rasul Saw, akan tetapi mereka justru sibuk berdebat tentang sosok pemimpin pengganti Rasul Saw.

Demikianlah poin-poin pemikiran Habib Ali yang melenceng dari sejarah dan ajaran Islam sesungguhnya.

Catatan ini dituangkan dari Fatwa MUI Kabupaten Jember No 56/MUI-JBR/VI/2012 Tentang Paham dan Ajaran Habib Ali bin Umar Al-Habsyi Desa Puger Kulon Kecamatan Puger Kabupaten Jember.

(kiblat/arrahmah.com)

– See more at: http://www.arrahmah.com/news/2013/09/16/hasil-penelitian-mui-mengindikasikan-habib-ali-ponpes-darus-sholihin-syiah.html#sthash.YzptpOiE.dpuf

Dunia Kesehatan indonesia Hanya Milik Dokter


 

Dunia Kesehatan indonesia Hanya Milik Dokter

Dalam tubuh yang kuat  terdapat jiwa yang sehat. Hak dasar semua rakyat Indonesia  diatur  dalam Pembukaan UUD 1945. Masih terbesik di benak kita kasus puyer pada tahun 2007 silam yang menewaskan seorang bayi. Saat itu, dokter angkat bicara soal puyer padahal itu buka ranah dokter, farmasislah yang mempunyai wewenang. Penulisan resep oleh dokter yang dinilai sebagai perampasan profesi oleh apoteker memberikan gambaran buruk tentang dunia kesehatan di Indonesia. Pada tahun 2007 silam, Menteri Kesehatan Siti Fadila Supari menggagas konsep farmaceutical care. Semua stockholder kesehatan diminta berpegang teguh pada profesinya masing masing. Untuk menyembuhkan seorang pasien,maka diperlukan kerja sama elemen kesehatan seperti dokter, apoteker, perawat, bidan, dan analisis kesehatan. Dokter bertugas mendiagnosa. Apoteker yang meresepkan obat. Perawat yang merawat pasien itu hingga sembuh. Tapi apa yang terjadii di negeri ini? Dokter menulis resep, memberi resep, dan sebagainya sehingga muncul paradigma baru di masyarakat bahwa apoteker dan perawat adalah “babu dokter”. Apoteker dan perawat tenggelam di antara jubah putih para dokter. Perawat bekerja 24 jam menjaga pasien hingga sembuh, dokter hanya punya waktu tiga jam di rumah sakit. Setelah mengecek kesehatan pasien, dokter seenaknya saja mengambil tasnya, menaiki mobilnya, lalu pindah ke klinik yang dia tempati bekerja selain rumah sakit. Wajar saja jika perawat menjerit meminta keadilan lewat pengesahan UU keperawatan. Wajar saja jika farmasis memintah kesetaraan profesi. Realitas yang terjadi di lapangan, hasil survei adanya keganjalan pada profesi dokter yang mengambil alih kerja kerja farmasi. Bulan Juni lalu, KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) menegur keserakahan dokter yang menjual obat. Praktik transaksi yang dilakukan oknum dokter menambah pundi-pundi literatur bahwa memang dokter sang penguasa dunia kesehatan di Indonesia. Nominal Rupiah “Kami menyadari kesemuanya ini terjadi dikarenakan dnia pendidikan ksehatan Idonesia yang semakin mahal. Mau jadi dokter siapkan modal minimal Rp 200 juta. Dunia kesehatan didominasi oleh kerja kedokteran sehingga melupakan esensi stockholder kesehatan yang lain. Apa yang dituntut apoteker dan perawat itu sah karena perilaku dokter yang tidak bekerja profesional dan merampas hak profesi lain. Tentu masyarakat pernah melihat iklan obat. Di akhir iklan ada tulisan “jika sakit berlanjut hubungi dokter”. Jika kita sadar konteks, maka iklan tersebut mempertegas kalau di negara ini dunia kesehatan hanya milik dokter. Padahal jika sakit kita berlanjut dan ketika harus ke dokter, akan menambah beban biaya lagi buat pasien. Mahalnya biaya pendidikan kedokteran di Indonesia membuat para dokter menghilangkan esensi UUD Negara ini yaitu memberikan rasa keadilan sosial untuk semua masyarakat tanpa terkecuali. Pahaman masyarakat juga harus diubah. Kesehatan Gratis Pejabat di Indonesia sudah merumuskan konsep kesehatan gratis dengan hitungan matematika yang pas. Sulawesi Selatan menjadi percontohan konsep ini. Tapi defenisi gratis di pahaman pejabat tidak sejalan dengan definisi pahaman awam. Buktinya, rumah sakit di Makassar milik pemerintah masih saja membuyarkan harapan masyarakat miskin. Adanya dikotonomi jabatan strategis lembaga kesehatan di Indonesia seperti menteri kesehatan, dinas kesehatan, Balai POM (Pemeriksaan Obat dan Makanan) pusat bahkan daerah, serta rumah sakit rumah masih 90 persen  dikepalai lulusan fakultas kedokteran. Bukan persoalan kompetisi atau kapasitas, tapi ini adalah persoalan sistem yang sengaja terbangun untuk memperkuat asumsi dunia kesehatan  Indonesia. Bagi mereka, dokter adalah satu-satunya profesi yang  dieluh-eluhkan. Bagi mereka, dokter tidak lebih dari sepenggal tangan Tuhan untuk meringankan rasa derita bahkan menyembuhkan suatu penyakit. Bagi mereka, profesi menjadi profesi akan menguntungkan tujuh turunan.  Bagi mereka, profesi dokter menjadi ikon kesehatan di Indonesia. Tapi bagi kami, dokter tidak lebih dari profesi kesehatan lainnya yang bertugas melayani kepentingan orang banyak. Bagi kami, dokter bukan tangan Tuhan yang bekerja sendiri tanpa membutuhkan profesi kesehatan lainnya sebagai founding. Bagi kami, pendidikan kedokteran sangat mahal. Tugas negara, memberikan rasa aman buat profesi kesehatan lainnya.(*)

Oleh; Muh Irwan Alumni Fakultas FARMASI UIT/Penasihat GAM (Gerakan Aktivis Mahasiswa) Mantan Staf Ahli Kaderisasi ISMAFARSI